Diplomasi Hubungan Internasional

Diplomasi hanyalah salah satu dari instrumen Hubungan Internasional dari suatu negara ke negara lain, sebab selain hubungan diplomasi antara negara, maka ada hubungan antar masyarakat, antar perusahaan, apalagi di era globalisasi seperti ini hubungan internasional lebih mudah dilakukan melalui berbagai media. Dalam disiplin ilmu diplomasi yang dimaksud hubungan diplomatic adalah adanya perwakilan yang sah dari suatu negara di negara lain.

Dalam hubungan internasional ada hal lain selain potensi ekonomi dan militer yang membuat sebuah negara diperhitungkan. Satu di antaranya adalah kemampuan diplomasi. Diplomasi diterjemahkan sebagai segenap kemampuan negara atau aktor lainnya dalam mengimplementasikan kebijakan politik luar negerinya kepada aktor lainnya, mewujudkan pengharapan tentang apa yang diinginkan dan yang tidak.

Keunggulan yang dimiliki Amerika Serikat yang didasari pada kenyataan bahwa Amerika Serikat memiliki kapabilitas aset-aset militer, politik, diplomatik dan ekonomi yang mampu membuat Amerika Serikat menjadi defensive playerdalam masalah internasional apapun dunia dimana Amerika Serikat memilih untuk melibatkan diri didalamnya dan menerapkan kebijakannya berdasarkan orientasi, peran, tujuan-tujuan politik luar negeri dan tindakannya di dalam sistem internasional dengan segala kapabilitas, pengaruh, kekuatan, hubungan-hubungannya yang dimiliki Amerika Serikat dengan negara lain.

Bukti adanya kebijakan Amerika Serikat dari pandangan realis terlihat lebih nyata lagi dalam sikap Amerika Serikat di kawasan Asia Timur khususnya mengenai pengembangan nuklir di Korea Utara pada tahun 2002. Lebih lanjut penganut realis mengatakan bahwa Korea Utara yang juga sebagai negara komunis ini tidak memenuhi syarat bagi kestabilan suatu negara, dimana penganut realis Amerika Serikat lebih menginginkan bila kestabilan di negara Korea Utara terpenuhi bila terdapat “demokrasi” yang akan menjamin kebebasan ekonomi dan keamanan. Hal ini juga menjadi pendorong bagi Amerika Serikat menggulingkan rezim Korea Utara yang menganut paham komunis, Kim Jong Il dan Kim Ii Sung. (David Callahan, 1996 : 101)

Untuk melancarkan kebijakannya dalam menyelesaikan nuklir Korea Utara,  Amerika Serikat mengadakan kerja sama yang erat dengan pemerintah negara Asia, untuk melobi Korea Utara melepaskan ambisi nuklirnya yaitu dengan pertemuan 6 negara, yaitu Cina, Korea Utara, Amerika Serikat, Korea Selatan, Rusia dan Jepang atau yang disebut Six Party Talk yang diselenggarakan di negara Cina.

Menurut Amerika Serikat dalam penyelesaian nuklir Korea Utara apabila dipilih instrumen diplomasi, timbul dua kesulitan. Pertama, format perundingan. Amerika Serikat dan Korea Utara belum sepakat apakah perundingan dilakukan secara bilateral, regional atau multilateral. Kedua, substansi perundingan. Mereka berbeda pandangan apakah agenda perundingan bersifat komprehensif atau parsial. Dalam pertemuan tersebut Amerika Serikat menginginkan pengembangan senjata nuklir Korea Utara dapat diverifikasi dan kemudian dimusnahkan melalui perundingan multilateral. Sebagai timbal balik, Amerika Serikat dan sekutunya bersedia memberi bantuan ekonomi. Amerika Serikat mendesak Korea Utara terlebih dulu menghentikan program nuklirnya, baru kemudian konsesi ekonomi diberikan. Namun, Korea Utara berpandangan penghancuran senjata nuklir harus dimulai oleh Amerika Serikat sebagai pemilik senjata nuklir terbesar di dunia. Kepemilikan itu mengancam kedaulatan negara. Menurut Korea Utara, Amerika Serikat memanfaatkan saluran diplomasi untuk mengisolasi Korea Utara dan menekan negara itu agar menerima tim inspeksi PBB. Di pihak lain, Amerika Serikat melihat kesediaan Korea Utara berunding sebagai taktik mengulur waktu untuk mengembangkan program nuklirnya. (dalam artikel kompas, A Agus Sriyono melalui website http://www.kompas.com/kompas-cetak/0305/12/opini/300231.htm)

Diplomasi sangat diidentikan dengan tawar menawar dan negosiasi. Selain sebagai instrumen kebijakan yang sesuai untuk menghasilkan solusi yang dapat  menimbulkan bahaya. Seperti negosiasi yang juga mempunyai potensi untuk membuat permusuhan menjadi buruk, memperkuat agresor, diplomasi untuk mempersiapkan cara penyerangan dan mengikis moral dan dasar hukum perdamaian. Hal ini dikarenakan negosiasi dapat pula digunakan untuk mengulur waktu, memperoleh informasi dan membuat propaganda (Glenn P Hastedt, 2003 :  290).

Diplomasi yang dilakukan melalui tawar menawar (bargaining position) atau negosiasi Amerika Serikat dengan Korea Utara merupakan diplomasi bilateral. Dalam diplomasi bilateral ini menyangkut pilihan untuk memberikan sanksi dan menawarkan insentif. Insentif dapat pula berupa pencabutan sanksi atau bantuan asing, pengakuan diplomatik dan membangun hubungan antar masyarakat.

Menanggapi krisis tersebut, diplomasi nuklir Amerika Serikat terhadap Korea Utara dijalankan dengan Coercive Diplomacy atau pola kebijakan luar negeri Amerika Serikat tidak mencerminkan kerjasama terhadap Korea Utara tetapi justru dengan pendekatan “Crime and Punisment” dengan menyebut Korea Utara sebagai negara kejam yang berbahaya. (A Rogue is a rogue is a rogue: US Foreign Policy and the Korean Nuclear Crisis. International Affairs, Vol. 79, No. 4, Juli 2003, hlm 722)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Diplomasi Hubungan Internasional"

Post a Comment