Menentukan Nilai Dari Persediaan Akhir

Menentukan Nilai Dari Persediaan Akhir
Jika perusahaan sering membeli barang dan harga beli masing-masing pembelian berbeda, maka perusahaan akan mengalami kesulitan dalam menentukan harga pokok barang yang dipakai/dijual dan harga pokok barang yang masih ada di gudang.
Sebagai contoh data persediaan barang dagangan untuk bulan Januari 2006 sebagai berikut:
           
Januari 1   Persediaan               200 unit @ Rp10 = Rp 2.000
                        12  Pembelian               400 unit @ Rp12 = Rp 4.800
                        26  Pembelian               300 unit @ Rp11 = Rp 3.300
                        30  Pembelian               100 unit @ Rp13 = Rp 1.300

Setelah dilakukan inventarisasi fisik, jumlah pesediaan per 31 Januari 2006 adalah 300 unit. Tentukan:
a.    Persediaan per 31 Januari 2006.
b.    Harga pokok persediaan yang dijual dalam bulan Januari 2006.
Barang yang tersedian untuk dijual selama bulan Januari adalah 200 + 400 + 300 + 100 = 1.000 unit, maka barang yang dijual adalah 1.000 – 300 = 700 unit. Karena harga belinya berbeda-beda, maka perlu asumsi arus barang yang akan digunakan sebagai dasar penentuan harga pokok barang yang dijual dan persediaan akhir sebagai berikut:
a.    FIFO (First In First Out), barang yang masuk terlebih dahulu dianggap yang pertama kali dijual/keluar sehingga persediaan akhir akan berasal dari pembelian yang termuda/terakhir.
b.    LIFO (Last In First Out), barang yang terakhir masuk dianggap yang pertama kali keluar, sehingga persediaan akhir terdiri dari pembelian yang paling awal.
c.    Everage, pengeluaran barang secara acak dan harga pokok barang yang sudah digunakan maupun yang masih ada ditentukan dengan cara dicari rata-ratanya.
Penerapan asumsi ini berlaku baik dalam sistem periodik maupun dalam sistem perpetual.
  1. Jika perusahaan menggunakan Sisem Periodik
1)    FIFO
Dengan metode ini jumlah barang yang digunakan sebanyak 700 unit diasumsikan berasal dari barang yang pertama kali dibeli, yaitu:
      200 unit                                     @ Rp 10 = Rp 2.000
      400 unit                                     @ Rp 12 = Rp 4.800
      100 unit                                     @ Rp 11 = Rp 1.100
      Harga pokok penjualan                              Rp 7.900
Selanjutnya persediaan yang 300 unit dianggap dari pembelian tanggal 26 dan 30 Januari 2006 dengan rincian sebagai berikut:
      200 unit                                     @ Rp 11 = Rp 2.200
      100 unit                                     @ Rp 13 = Rp 1.300
      Persediaan akhir                                         Rp 3.500

2)    LIFO
Dengan metode ini jumlah barang yang dijual sebanyak 700 unit diasumsikan berasal dari barang yang terakhir dibeli, yaitu:
100 unit                                     @ Rp 13 = Rp 1.300
300 unit                                     @ Rp 11 = Rp 3.300
300 unit                                     @ Rp12 =  Rp 3.600
Harga pokok penjualan                               Rp 8.200
Selanjut persediaan akhir 300 unit dianggap berasal dari pembelian tanggal 1 dan 12 Januari 2006, yaitu:
200 unit                                     @ Rp 10 = Rp 2.000
100 unit                                     @ Rp 12 = Rp 1.200
Persediaan akhir                                         Rp 3.200

            3). Metode Rata-rata
Untuk menghitung persediaan akhir dan harga pokok penjualan perlu dibuat perhitungan sebagai berikut:

Tanggal
Keterangan
Unit
Harga per Unit
Jumlah
Jan   1
Persediaan
200
Rp 10
Rp 2.000
12
Pembelian
400
Rp 12
Rp 4.800
26
Pembelian
300
Rp 11
Rp 3.300
30
Pembelian
100
Rp 13
Rp 1.300
Jumlah
1,000

Rp 11.400
Rata-rata = Rp11.400 : 1.000
Rp 11,4
Harga pokok penjualan = 700 x Rp 11,4 = Rp 7.980
Persediaan akhir = 300 x Rp11,4 = 3.240

  1. Jika perusahaan menggunakan Sistem Perpetual
Jika perusahaan menggunakan sistem perpetual, penentuan harga pokok barang yang dijual dan persediaan akhir dilakukan setiap perusahaan menjual barang. Untuk mempermudah pekerjaan menentukan harga pokok ini digunakan suatu kartu yang lazim disebut Kartu Persediaan. Satu jenis barang disediakan satu Kartu. Dengan demikian sistem ini baru cocok untuk persediaan yang nilainya tinggi.

Misalkan atas satu jenis barang diperoleh informasi sebagai berikut:
            Tanggal
Keterangan
Unit
Harga  Beli per Unit
Jan.     1
Persediaan
200
Rp 10
12
Pembelian
400
Rp 12
17
Dijual
300

26
Pembelian
300
Rp 11
27
Dijual
200

28
Dijual
300

30
Pembelian
100
Rp 13

Berikut ini hanya diberikan contoh metode FIFO:

Tgl

Ket
Dibeli
Dipakai
Persediaan
Unit
Cost
Jumlah
Unit
Cost
Jumlah
Unit
Cost
Jumlah
Jan  1
Persediaan






200
10
2.000
12
Pembelian
400
12
4.800



200
400
10
12
2.000
4.800
17
Dijual



200
100
10
12
2.000
1.200
300
12
3.600
26
Pembelian
300
11
3.300



300
300
12
11
3.600
3.300
27
Dijual



200
12
2.400
100
300
12
11
1.200
3.300
28
Dijual



100
200
12
11
1.200
2.200
100
11
1.100
30
Pembelian
100
13
1.300



100
100
11
13
1.100
1.300

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Menentukan Nilai Dari Persediaan Akhir"

Post a Comment