Sejarah Demokrasi di Indonesia - Dalam sejarah politik Indonesia, kita setidaknya mengenal empat macam demokrasi, yaitu demokrasi pemerintahan masa revolusi kemerdekaan, demokrasi parlementer (repsentatif democracy) , demokrasi terpimpin (guided democracy), dan demokrasi Pancasila (Pancasila democracy) (Gaffar, 2004:10).
a. Demokrasi pemerintahan masa revolusi kemerdekaan (1945-1949)
Para penyelenggara negara pada awal periode kemerdekaan mempunyai komitmen yang sangat besar dalam mewujudkan demokrasi politik di Indonesia. Demokrasi pemerintahan masa revolusi kemerdekaan berlangsung dari tahun 1945 hingga tahun 1949, ada beberapa hal yang fundemental yang merupakan peletakan dasar bagi demokrasi di Indonesia periode ini, yaitu :
1) Political franchise yang menyeluruh. Para pembentuk negara, sudah sejak semula mempunyai komitmen yang sangat besar terhadap demokrasi, sehingga ketika kemerdekaan direbut, semua warga negara yang sudah dianggap dewasa memiliki hak-hak politik yang sama, tanpa ada diskriminasi yang bersumber dari ras, agama, suku, dan kedaerahan.
2) Presiden yang secara konstitusional ada kemungkinan untuk menjadi seorang diktator, dibatasi kekuasaannya ketika Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dibentuk untuk menggantikan parlementer.
3) Dengan maklumat Wakil Presiden, maka dimungkinkan terbentuknya sejumlah partai politik, yang kemudian menjadi peletak dasar bagi sistem kepartaian di Indonesia untuk masa-masa selanjutnya dalam sejarah politik kita.
b. Demokrasi parlementer
Periode kedua pemerintahan negara Indonesia adalah tahun 1950 sampai 1959, dengan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) sebagai landasan konstitusionalnya. Periode pemerintahan dalam masa ini disebut sebagai pemerintahan parlementer, karena pada masa ini merupakan kejayaan parlemen dalam sejarah politik Indonesia sebelum masa repormasi. Periode itu dapat disebut juga sebagai “Representative/Participatory Democracy”.
Masa Demokrasi Parlementer merupakan masa kejayaan demokrasi di Indonesia, hampir semua elemen demokrasi dapat kita temukan dalam perwujudannya dalam kehidupan politik di Indonesia.
1) lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan yang sangat tinggi dalam proses politik yang berjalan. Perwujudan kekuasaan parlemen ini diperlihatkan dengan adanya sejumlah mosi tidak percaya kepada pihak pemerintah yang mengakibatkan kabinet harus meletakkan jabatan.
2) akuntabilitas pemegang jabatan dan politisi pada umumnya sangat tinggi. Hal ini dapat terjadi karena berfungsinya parlemen dan juga sejumlah media massa sebagai alat kontrol sosial.
3) kehidupan kepartaian boleh dikatakan memperoleh peluang yang sangat besar untuk berkembang secara maksimal. Dalam periode ini, Indonesia menganut sistem banyak partai (multy patry system). Ada hampir 40 partai politik yang terbentuk dengan tingkat otonomi yang sangat tinggi dalam proses rekruitmen, baik pengurus atau pimpinan partainya maupun para pendukungnya.
4) sekalipun Pemilihan Umum hanya dilaksanakan satu kali pada tahun 1955, tetapi Pemilihan Umum tersebut benar-benar dilaksanakan dengan prinsip demokrasi.
5) masyarakat pada umumnya dapat merasakan bahwa hak-hak dasar mereka tidak berkurang sama sekali, sekalipun tidak semua warga negara dapat memanfaatkannya dengan maksimal.
6) dalam masa pemerintahan parlemeter, daerah-daerah memperoleh otonomi yang cukup, bahkan otonomi yang seluas-luasnya dengan asas desentralisasi sebagai landasan untuk berpijak dalam mengatur hubungan kekuasaan antara pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah.
c. Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Sejak berakhirnya Pemilihan Umum 1955, Presiden Soekarno sudah menunjukkan gejala ketidaksenangannya kepada partai-partai politik. Hal itu terjadi karena partai politik sangat berorientasi pada kepentingan ideologinya sendiri dan kurang memperhatikan kepentingan politik nasional secara menyeluruh.
Demokrasi terpimpin merupakan pembalikan total dari proses politik yang berjalan pada masa demokrasi parlementer. Apa yang disebut dengan demokrasi tidak lain merupakan perwujudan kehendak presiden dalam rangka menempatkan dirinya sebagai satu-satunya institusi yang paling berkuasa di Indonesia. Adapun karakteristik yang utama dari perpolitikan pada era Demokrasi Terpimpin adalah :
1) Mengaburnya sistem kepartaian. Kehadiran partai-partai politik, bukan untuk mempersiapkan diri dalam kerangka kontestasi politik untuk mengisi jabatan politik di pemerintahan (karena Pemilihan Umum tidak pernah dijalankan), tetapi lebih merupakan elemen penopang dari tarik menarik anatara Presiden Soekarno, Angkatan Darat, dan Partai Komunis Indonesia.
2) Dengan terbentuk DPR-GR, peranan lembaga legislatif dalam sistem politik nasional menjadi semakin lemah. Sebab DPR-GR kemudian lebih merupakan instrumen politik Presiden Soekarno.
3) Basic human rights menjadi sangat lemah. Soekarno dengan mudah menyingkirkan lawan-lawan politiknya yang tidak sesuai dengan kebijakannya atau yang mempunyai keberanian untuk menentangnya.
4) Masa Demokrasi Terpimpin adalah masa puncak dari semangat anti-kebebasan pers. Sejumlah surat kabar dan majalah diberangus oleh Soekarno.
5) Sentralisasi kekuasaan semakin dominan dalam proses hubungan antara pemerintah Pusat dengan pemerintah Daerah. Daerah-daerah memiliki otonomi yang terbatas.
d. Demokrasi Pancasila (demokrasi dalam Pemerintahan Orde Baru)
Era baru dalam pemerintahan dimulai setelah melalui masa transisi yang singkat, yaitu antara tahun 1965 samapai 1968, ketika Jenderal Soeharto dipilih menjadi Presiden Republik Indonesia. Era yang kemudian dikenal sebagai Orde baru.
Orde Baru memberikan pengharapan baru, terutama yang berkaitan dengan perubahan-perubahan politik, dari yang bersifat otoriter pada masa Demokrasi Terpimpin di bawah Soekarno menjadi lebih demokratik. Namun kenyataannya tidak seperti yang diharapkan, pengganti presiden yang otoriter ternyata seorang otoriter juga.
Ada beberapa indikator demokrasi yang digunakan pada masa demokrasi yang berlabel pancasila ini, yaitu :
1) Rotasi kekuasaan eksekutif boleh dikatakan hampir tidak pernah terjadi. Kecuali yang terdapat pada jajaran yang lebih rendah, seperti: gubernur, bupati/ walikota, camat dan kepala desa. Kalaupun ada perubahan, selama pemerintahan Orde Baru hanya terjadi pada jabatan wakil presiden, sementara pemerintahan secara esensial masih tetap sama.
2) Rekruitmen politik tertutup. Political recruitment merupakan proses pengisian jabatan politik dalam penyelewengan pemerintahan negara. Termasuk di dalamnya adalah jabatan eksekutif (Presiden disertai dengan para menteri kabinet), legislatif (MPR, DPR, DPRD, Tingkat I, DPRD Tingkat II), dan jabatan lembaga tinggi lainnya.
3) Pemilihan Umum. Pada masa pemerintahan Orde Baru, Pemilihan Umum telah dilangsungkan sebanyak enam kali, dengan frekwensi yang teratur, yaitu setiap lima tahun sekali. Tetapi, kalau kita mengamati kualitas penyelenggaraan Pemilihan Umum di Indonesia bisa disimpulkan amat jauh dari semangat demokrasi.
4) Basic human rights. Persoalan ini juga masih merupakan hal yang sangat rumit. Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi, bahwa dunia internasional seringkali menyoroti politik berkaitan erat dengan implementasi masalah hak-hak asasi manusia. Seperti masalah kebebasan pers dan kebebasan menyatakan pendapat.
0 Response to "Sejarah Demokrasi di Indonesia"
Post a Comment