a. Program BIMAS
Kredit Bimas yang di kelola oleh BRI mulai diimplementasikan tahun 1967/1970. memotivasi BRI untuk membangun BRI Unit Desa di banyak tempat. Dana kredit disediakan dari subsidi pemerintah (BI) pada tingkat bunga 3 % pertahun sementara tingkat bunga BRI sebesar 12%. Total Kredit Bimas yang disalurkan sejak dari mulai program dilaksanakan (1967/70) sampai musim tanam 1984/85 mencapai Rp 636,7 miliar dengan total nasabah 28.847 petani. Selama periode 1970-75 jumlah pinjaman yang dilunasi tepat waktu sebesar 80%, sementara sejak 1976 dan selanjutnya hanya 57%. Faktor yang turut berkontribusi terhadap tingginya tunggakan diduga karena adanya kebijakan “pengampunan hutang” yang membangun ekspektasi diantara petani nasabah bahwa pinjaman tersebut suatu hari tidak harus dibayar. Memang dengan program Bimas skala nasional, pemerintah memiliki cerita sukses berupa swasembada produksi padi pada tahun 1984, walaupun tahun 1983 program Bimas diakhiri.
b. Kredit Usaha Tani (KUT)
Program KUT diintroduksikan 1985 yang ditangani secara administrasi oleh Koperasi Unit Desa (KUD). Program ini merupakan salah satu dari program-program yang seakan-akan melanjutkan program yang pernah ada sebelumnya dengan berbagai modifikasi. KUT disediakan untuk petani yang belum memiliki kemampuan menyediakan kebutuhan yang diperlukan untuk usahatani dari sumber pembiayaan sendiri. KUT disalurkan melalui kantor cabang BRI ke KUD yang didistribusikan pada para petani anggota KUD. Kredit disediakan untuk Kelompok Tani pada tingkat bunga 12%.
Fakta menunjukkan bahwa banyak kredit yang tidak sampai pada petani yang ditargetkan, terutama petani miskin yang berakibat sangat rendahnya tingkat pengembalian. Kredit melalui KUT sangat besar yang meningkat dari Rp 300 miliar pertahun (sebelum krisis ekonomi mencapai Rp 8 triliun pada musim tanam 1998/99). Sejak program ini diaplikasikan, besarnya pembayaran kembali hanya sekitar 25%, walaupun tingkat bunga diturunkan dari 14% pada tahun 1985-1995 dan menjadi 10,5% pada tahun 1995-1998/99).
c. Kredit Ketahanan Pangan (KKP)
Pemerintah mengganti KUT dengan kredit program yang diperbaharui, yaitu Kredit Ketahanan Pangan (KKP). Aturan pada KKP kembali pada keikut sertaan bank yang berhadapan dengan peluang resiko (executing) menjadikan mereka sangat berhati-hati. Tingkat bunga masih disubsidi, dan pemerintah mengurangi subsidi tersebut secara bertahap sampai 2004.
Pada tahun 2000, pemerintah mengaplikasikan KKP dengan flafon Rp 2,082 triliun untuk paket tanaman padi, palawija, perkebunan tebu, peternakan. Subsidi tingkat bunga dibayar pemerintah yang secara bertahap dikurangi. Sumber pendanaan tergantung pada bank yang bersangkutan, dengan bunga sebesar 12% untuk tanaman pangan dan 16% untuk peternakan, perkebunan dan perikanan.
Sampai Desember 2001, jumlah peminjam dengan aturan KKP yang baru sangat rendah (20%), jauh dibawah yang diprediksikan semula. Padahal, jika rintangan berupa tunggakan dapat ditangani dengan baik, kredit KKP diyakini dapat berkembang. Akan tetapi yang diragukan adalah kesulitan dalam menghadapi mayoritas petani berlahan sempit. Kelompok masyarakat tersebut sangat terbatas pengetahuan mengenai perkreditan dan menjadikan mereka kesulitan menjangkau bank formal yang menyediakan kredit pembiayaan mikro.
0 Response to "Program Pembiayaan Pertanian dari waktu ke waktu"
Post a Comment