SEJARAH MUNCULNYA BANK SYARIAH

Sudah cukup lama dunia Islam, khususnya masyarakat Islam Indonesia, menginginkan sistem perekonomian yang berbasis nilai-nilai dan prinsip syariah (Islamic economic system) dapat diterapkan dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi umat. Hal ini dilatarbelakangi beberapa hal. Di antaranya:

1. Kesadaran untuk menerapkan Islam secara utuh dan total, sebagaimana perintah Allah Subhanahu wa ta’ala dalam firman-Nya (yang artinya):
“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara menyeluruh.” (Al-Baqarah: 208)
2. Kesadaran bahwa syariat Islam yang dibawa oleh Nabi dan Rasul terakhir Muhammad bin Abdillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam  adalah syariat yang komprehensif, menyeluruh dan merangkum seluruh aspek kehidupan, baik ritual (ibadah) maupun sosial (muamalah). Bersamaan dengan itu, syariat Islam juga universal, dapat diterapkan di setiap waktu dan tempat sampai hari kiamat nanti.
SEJARAH MUNCULNYA BANK SYARIAH

3. Kenyataan bahwa selama ini yang mendominasi sistem perekonomian dunia adalah sistem yang berbasis pada nilai-nilai riba, ditukangi oleh tangan-tangan zionis dengan menebarkan wadah dalam bentuk bank-bank konvensional yang merupakan kepanjangan tangan dari riba jahiliah yang dulu dimusnahkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

Namun pada kenyataannya, keinginan tersebut tidak mudah diwujudkan di alam nyata. Bahkan mengalami hambatan cukup besar di tubuh muslimin sendiri apalagi dari pihak non-muslim. Masih banyak kalangan yang berpandangan bahwa Islam tidak berurusan dengan bank dan pasar uang. Islam hanya menangani masalah-masalah ritual keagamaan, dengan anggapan, itu adalah dunia putih. Sementara bank dan pasar uang adalah dunia hitam, penuh tipu daya dan kelicikan.

Maka tidaklah mengherankan bila ada sejumlah “cendekiawan” dan “ekonom” melihat Islam, dengan sistem nilai dan tatanan normatifnya, sebagai faktor penghambat pembangunan (an obstacle to economic growth). Penganut paham liberalisme dan pragmatisme sempit ini menilai bahwa kegiatan ekonomi dan keuangan akan semakin meningkat dan berkembang bila dibebaskan dari nilai-nilai normatif dan rambu-rambu Ilahi.

Belum lagi ditambah dengan merambahnya “kemalasan  intelektual” yang cenderung pragmatis sehingga memunculkan anggapan bahwa praktik pembungaan uang, seperti yang dilakukan lembaga-lembaga keuangan ciptaan zionis (baca: bank konvensional) sudah ‘sejalan’ dengan ruh dan semangat Islam. Para ‘alim ulama’ dan ‘kaum cendekia’ pun tinggal membubuhkan stempel saja.

Dalam situasi dan kondisi yang tidak menentu seperti gambaran di atas, lahirlah sistem perbankan syariah.
Upaya awal penerapan sistem profit and loss sharing (untung dan rugi ditanggung bersama, red.) tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940-an, yaitu adanya upaya mengelola dana jamaah haji secara non-konvensional. (Bank Syariah, dari Teori ke Praktik hal. 18, Mohammad Syafi’i Antonio cet. Gema Insani-Tazkia Cendekia)

Rintisan institusional lain yang cukup signifikan dalam upaya pengembangan bank syariah adalah upaya percobaan yang dilakukan Bank IDDI Khor (rural social bank)1 yang mendirikan lembaga keuangan bernama Mit Ghamr Bank, didirikan di Mesir tahun 1963 M. Para pendirinya adalah Prof. Dr. Ahmad Najjar, Isa Abduh, dan Gharib Jamal.

Uji coba ini ternyata membuahkan hasil yang cukup spektakuler. Dalam kurun waktu empat tahun, Mit Ghamr Bank sudah memiliki tujuh cabang di lokasi sekitarnya, melebarkan sayap di empat tempat, dan mendirikan pusat litbang (penelitian dan pengembangan) untuk melayani permintaan di berbagai tempat yang ingin membuka bank serupa. Setelah itu, mereka pun mengepakkan sayap ke dunia internasional khususnya dunia Islam.

Semenjak itu, kajian, diskusi, seminar, dan pertemuan-pertemuan untuk mengembangkan bank syariah pun semakin marak sampai pada tingkat sidang menteri luar negeri negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI).

Akhirnya, lahirlah Bank Pembangunan Islam atau Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 1975 di Jeddah dengan semua negara anggota OKI sebagai anggotanya.

Di tahun yang sama, muncul Bank Islam Dubai (Dubai Islamic Bank). Pada akhir periode 1970-an serta awal 1980-an, bank-bank syariah bermunculan di Mesir, Sudan, negara-negara Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, Banglades, dan Turki.

Sementara di tanah air, bank syariah baru muncul dengan ditandatanganinya akta pendirian PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tanggal 1 Nopember 1991. BMI ini lahir berkat hasil kerja TPMUI (Tim Perbankan Majelis Ulama Indonesia). Setelah itu bermunculan bank-bank syariah lainnya. Ada yang secara khusus, ada pula bank-bank konvensional yang membuka sub-syariah seperti BNI Syariah, Syariah Mandiri, Niaga Syariah, Mega Syariah, dan sebagainya.

Hasilnya, bank-bank syariah sekarang menjadi ikon baru dalam dunia perbankan dan perekonomian dunia. Aset mereka menggelembung secara siginifikan dari tahun ke tahun.

Suatu hal yang patut juga dicatat adalah saat nama besar dalam dunia keuangan internasional seperti Citibank, Jardine Fleming, ANZ, Chase Chemical Bank, Goldman Sach, dan lain-lain telah membuka cabang dan subsidiaries (anak perusahaan, red.) yang berdasarkan syariah.

Dalam dunia pasar modal pun, Islamic Fund (Reksa Dana Syariah, red.) kini ramai diperdagangkan. Suatu hal yang mendorong singa pasar modal dunia, Dow Jones untuk menerbitkan Islamic Dow Jones Index. Oleh karena itu, tak heran jika Scharf, mantan direktur utama Bank Islam Denmark yang beragama Kristen itu menyatakan bahwa bank Islam adalah partner baru dalam pembangunan. (Lihat Ar-Riba fil Mu’amalat Al-Mashrafiyah Al-Mu’ashirah, 2/1017-1020, karya Dr. Abdullah As-Sa’idi, dan Bank Syariah dari Teori ke Praktik, hal. 18-27, Mohammad Syafi’i Antonio)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "SEJARAH MUNCULNYA BANK SYARIAH"

Post a Comment