Konsep Kebijakan Publik


Konsep Kebijakan Publik


Dunn, menjelaskan bahwa secara etimologis, istilah kebijakan (policy) berasal dari bahasa Yunani, Sansekerta, dan latin. Akar kata dalam bahasa Yunani dan Sansekerta polis (Negara-kota) dan pur (kota) yang dikembangkan dalam bahasa Latin menjadi politea (Negara) dan akhirnya dalam bahasa Inggris policie, yang berarti mengani masalah masalah publik atau administrasi pemerintahan. Laswell dan Kaplan dalam Thoha, Miftah  memberikan definisi tentang kebijakan yaitu sebagai program pencapaian tujuan, nilai nilai dalam praktek yang terarah.





            Menurut Anderson (1979) dalam Winarno menyatakan bahwa kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh suatu actor atau sejumlah actor dalam mengatasi suatu masalah atau persoalan. Konsep kebijakan ini mempunyai implikasi yaitu: (1)titik perhatian dalam membicarakan kebijakan berorientasi pada maksud dan tujuan, bukan sesuatu yang terjadi begitu saja melainkan sudah direncanakan oleh aktor aktor yang terlibat dalam sistem politik, (2) suatu kebijakan tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan  berbagai kebijakan lainnya dalam masyarakat, (3) kebijakan adalah apa yang sebenarnya dilakukan oleh pemerintah dan bukan apa yang diinginkan oleh pemerintah, (4) kebijakan dapat bersifat positif dan negative, dan (5) kebijakan harus berdasarkan hukum sehingga memiliki kewenangan masyarakat untuk mematuhinya.





            Kebijakan dapat dilihat sebagai konsep filosofis, sebagai suatu produk, sebagai suatu proses, dan sebagai suatu kerangka kerja. Sebagai suatu konsep filosofis, kebijakan merupakan serangkaian prinsip, atau kondisi yang diinginkan; sebagai suatu produk, kebijakan dipandang sebagai serangkaian kesimpulan atau rekomendasi; sebagai suatu proses, kebijakan dipandang sebagai suatu cara dimana melalui cara dimana melalui cara tersebut suatu organisasi dapat mengetahui apa yang diharapkan darinya yaitu program dan mekanisme dalam mencapai produknya; dan sebagai suatu kerangka kerja, kebijakan merupakan proses tawar menawar dan negosiasi untuk merumuskan isu-isu dan metode implementasinya.





            Menurut Friedrick dalam Kismartini, mengartikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksana usulan kebijakan tersebut dalam mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan definisi diatas, berarti pemerintah harus mempunyai kemampuan yang dapat diandalkan untuk merespon dan menaggulangi permasalahan yang ada dengan memperhatikan sumberdaya yang dimiliki serta menerima masukan dari seseorang/kelompok, sehingga ada jalan keluar yang terbaik dan dihasilkan melalui proses yang fair.





            Dunn dalam Dwidjowijoto menjelaskan tahap-tahap dalam proses pembuatan kebijakan adalah sebagai berikut:


1.                  Fase penyusunan agenda, dimana para pejabat baik itu yang dipilih lewat pemilu maupun diangkat, mengangkat isu tertentu menjadi agenda publik.


2.                  Fase formulasi kebijakan, dimana didalamnya pejabat merumuskan alternative kebijakan untuk mengatasi masalah yang dirumuskan.


3.                  Adopsi kebijakan; disini alternative kebijakan dipilih dan diadopsi dengan dukungan dari mayoritas dan consensus kelembagaan.


4.                  Implementasi kebijakan, yang didalamnya kebijakan yang diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi dengan memobilisasi sumberdaya yang dimilikinya, terutama financial dan manusia.


5.                  Penilaian kebijakan;di sini unit-unit pemeriksaan dan akuntansi menilai apakah lembaga pembuatan kebijakan dan pelaksana kebijakan telah memenuhi persyaratan pembuatan kebijakan dan pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan.





            Menurut Chander dan Plano (1988:107) dalam Keban kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Kebijakan yang diambil telah banyak membantu para pelaksana ditingkat birokrasi pemerintah maupun para politisi untuk memecahkan masalah-masalah publik. Bahkan, Chandler dan Plano juga beranggapan bahwa kebijakan publik merupakan bentuk intervensi yang terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok masyrakat tertentu agar dapat berperan dalam pembangunan maupun setiap tindakan yang dikerjakan oleh pemerintah.





            Sementara itu Islamy dalam Kismartini,  telah mengumpulkan beberapa pengertian kebijakan publik seperti pendapat Thomas R. Dye, George C. Edwards dan Ira Sharkansky, James Anderson dan David Easton. Dimana terdapat beberapa sudut pandang dari para ilmuwan administrasi publik yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :





1). Kebijakan publik dipandang sebagai tindakan pemerintah. Thomas R. Dye, mengemukakan kebijakan publik sebagai “apa pun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan”. Dalam upaya mencapai tujuan Negara, pemerintah perlu mengambil pilihan langkah tindakan yang dapat berupa melakukan ataupun tidak melakukan sesuatu. Tidak melakukan sesuatu apa pun merupakan sesuatu kebijakan publik karena merupakan upaya pencapaian tujuan dan pilihan tersebut memiliki dampak yang sama besarnya dengan pilihan langkah untuk melakukan sesuatu terhadap masyarakat.





            Senada dengan pandangan Dye adalah George C. Edwards III dan Ira Sharkansky, yaitu : kebijakan publik adalah “apa yang dinyatakan dan dilakukan atau dilakukan oleh pemerintah yang dapat ditetapkan dalam peraturan-paraturan perundang-undangan atau dalam bentuk policy statement yang berbentuk pidato-pidato dan wacana yang diungkapkan pejabat politik dan pejabat pemerintah yang segera ditindaklanjuti dengan program-program dan tindakan pemerintah”. Sementara itu, James E. Anderson memeberikan definisi kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah.





2) Kebijakan publik dipandang sebagai pengalokasian nilai-nilai masyarakat yang dilakukan pemerintah. Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan, mengemukakan bahwa kebijakan publik adalah suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktik-praktik yang terarah. Sedangkan David Easton mengemukakan bahwa kebijakan publik adalah pengalokasian nilai-nilai sevcara paksa (sah) kepada seluruh anggota masyrakat.





3) Kebijakan publik dipandang sebagai rancangan program-program yang dikembangkan pemerintah untuk mencapai tujuan. James E. Anderson mengemukakan bahwa kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah. Sementara itu, Edwards III dan Sharkansky mengemukakan bahwa kebijakan publik adalah suatu tindakan pemeriintah yang berupa program-program pemerintah untuk mencapai sasaran dan tujuan.





            Dwidjowijoto telah merumuskan definisi yang lebih sederhana, yaitu kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh Negara, khususnya pemerintah, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan Negara yang bersangkutan. Kebijakan publik adalah strategi untuk mengantar masyrakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju pada masyrakat yang dicita-citakan.





            Berdasarkan berbagai sudut pandang terhadap pengertian kebijakan publik di atas, tampaklah bahwa kebijakan publik hanya dapat ditetapkan pemerintah, pihak-pihak lain atau yang lebih dikenal dengan sebutan aktor-aktor kebijakan publik hanya dapat memepengaruhi proses kebijakan publik dalam kewenangannya masing-masing. Menurut Dye dalam Kismartini, hal ini disebabkan oleh 3 hal dari kewenangan yang dimiliki pemerintah, yaitu:


a)                  Hanya pemerintah yang mempunyai kekuatan dan kemampuan untuk memberlakukan kebijakan publik secara universal kepada publik yang menjadi sasaran (target group).


b)                  Hanya pemerintah yang mempunyai kekuatan dan kemampuan untuk melegitimasi atau mengesahkan kebijakan publik sehingga dapat diberlakukan secara universal kepada publik yang menjadi sasaran (target group).


c)                  Hanya pemerintah yang mempunyai kekuatan dan kemampuan untuk melaksanakan kebijakan publik secara paksa kepada publik yang menajdi sasaran (target group)





            Sementara Broomley (1989:3) telah menyusun model kebijakan berdasarkan hirarki dalam pengambilan keputusan. Terdapat tiga tingkatan yang berkaitan dengan proses penyusunan kebijakan dalam kelembagaan yaitu tingkat kebijakan (policy level), tingkat organisasi (organizational level) dan tingkat operasional (operational level).





            Pada tingkat kebijakan pernyataan umum dibahas dan diformulasikan oleh lembaga legislative. Pada tingkat oraganisasi, kekuasaan dipegang oleh lembaga eksekutif dan selanjutnya tingkat operasional merupakan operasionalisasi kegiatan yang ditetapkan oleh pimpinan instansi atau lembaga masing-masing sebagai petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis dari kebijakan untuk menghasilkan outcome yang diharapkan. Suatu kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah harus mendapatkan respon positif dari masyarakat pengguna kebijakan.





            Dalam tingkat operasional, ada anggapan bahwa ketika pemerintah membuat suatu kebijakan tertentu, maka kebijakan tersebut dengan sendirinya akan dengan mudah dapat dilaksanakan oleh pembuat kebijakan dan hasilnya akan mendekati seperti apa yang dharapkan oleh pembuat kebijakan. Menurut Smith dalam Wahab, pandangan demikian tidak seluruhnya benar sebab di negara-negara dunia ketiga, implementasi kebijakan publik justru merupakan batu sandungan terberat dan serius bagi efektifitas pelaksanaan kebijakan pembangunan di bidang sosial dan ekonomi. Hal ini juga ditegaskan oleh Dwidjowijito bahwa implementasi kebijakan adalah hal yang paling berat, karena disini pada masalah-masalah yang kadang tidak dijumpai dalam konsep muncul dilapangan. 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Konsep Kebijakan Publik"

Post a Comment